Senin, 21 November 2011

Kiwi, si Buah Sarat Gizi



BUAH kiwi mengandung beragam zat nutrisi yang bermanfaat menjaga kesehatan tubuh. Buah khas Selandia Baru ini pun layak menjadi alternatif pilihan. Selama ini jeruk menjadi buah yang identik dengan vitamin C. Namun tahukah Anda, buah kiwi mengandung vitamin C dengan kadar dua kali lipat lebih banyak daripada jeruk?

Fakta itu diungkapkan Lynley Drummond, Health Science Manager Zespri International. Zespri merupakan organisasi pemasar buah kiwi terbesar dari Selandia Baru. Atas undangan Zespri yang tengah melebarkan sayap pemasarannya ke kawasan Asia Tenggara, awal Mei lalu Media Indonesia bersama rombongan jurnalis dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand berkesempatan mengunjungi Selandia Baru untuk mengenal buah
kiwi lebih jauh.

"Cukup dengan mengonsumsi satu buah kiwi per hari, Anda sudah dapat memenuhi kebutuhan harian vitamin C," ujar Linley. Lebih jauh, doktor bidang teknologi pangan lulusan Massey University Selandia Baru itu menjelaskan, selain kaya akan vitamin C, kiwi juga sarat dengan kandungan nutrisi lain. Ia pun membeberkan hasil-hasil studi ilmiah tentang kiwi dan efek sehatnya. Salah satunya tentang efek antioksidan atau perlindungan kiwi terhadap kerusakan sel akibat proses oksidasi. Sejumlah studi membuktikan konsumsi kiwi dapat memperbaiki kerusakan DNA sel.

Oksidasi akibat lingkungan dan gaya hidup tidak sehat menyebabkan rusaknya sel yang dapat memicu gangguan jantung dan pembuluh darah, kanker, diabetes, serta peradangan," jelas Lynley. Menurut Linley, belum diketahui secara jelas bagaimana kiwi mampu memberikan efek perlindungan tersebut. Diduga kuat hal itu berkat kandungan vitamin C yang memang tergolong zat antioksidan dan zat-zat bioaktif fitokimia lain seperti karotenoid dan polifenol.

Jika dinilai dari parameter glycaemic index (GI), kiwi juga tergolong buah yang menyehatkan. GI adalah parameter yang menunjukkan fluktuasi kadar gula darah akibat konsumsi bahan pangan tertentu. Semakin rendah GI sebuah bahan pangan, maka semakin sehat pangan tersebut. Pada bahan pangan ber-GI rendah, glukosa (gula) yang dihasilkan dari proses pencernaannya dilepas secara perlahan ke dalam darah sehingga tidak menyebabkan peningkatan kadar gula darah secara drastis.

Standar internasional mengategorikan sebuah bahan pangan memiliki GI tinggi bila nilainya lebih dari 70, dikategorikan sedang (moderat) bila GI antara 56-69, dan rendah bila nilainya di bawah 55. Dalam hal ini, kiwi memiliki GI dalam kisaran 39,3-48,5.

"Dengan GI yang rendah, kiwi cocok untuk penderita diabetes yang harus mengontrol gula darahnya setiap saat, menekan kolesterol, dan risiko penyakit jantung," jelas Linley.
Bahan pangan dengan GI yang rendah, lanjut Linley, juga bermanfaat untuk program diet. Sebab, GI yang rendah membuat kadar gula darah stabil dalam jangka lama. Hal itu memberi efek kenyang lebih lama.

Dan bagi Anda yang memiliki masalah susah buang air besar (konstipasi), mungkin kiwi bisa menjadi solusi. Sebab kandungan serat dalam kiwi bermanfaat melancarkan urusan ke belakang. Tak hanya itu, kiwi juga terbukti memiliki efek prebiotik yang bermanfaat untuk meningkatkan populasi bakteri baik dalam usus dan menekan pertumbuhan bakteri jahat (patogen).

Soal ini, lagi-lagi, sudah dibuktikan melalui studi-studi ilmiah. Salah satunya yang dilakukan kelompok peneliti Selandia Baru dan dipublikasikan di Proceedings of the Nutrition Society of New Zealand pada 2007. Hasilnya mengungkapkan, konsumsi kiwi meningkatkan jumlah bakteri asam laktat (bakteri baik), dan menekan pertumbuhan Escherichia coli (patogen) dalam usus.

Segar lebih baik
Di Selandia Baru, kiwi merupakan buah yang sangat populer. Kiwi menjadi bahan yang digunakan dalam berbagai makanan olahan. Mulai jus, selai, bahkan keripik. Kiwi juga menjadi pelengkap dan penghias (garnish) menu-menu makanan.

Namun begitu, untuk mendapatkan manfaat optimum dari kiwi, Linley menganjurkan untuk mengonsumsinya dalam bentuk buah segar. Sebab kiwi segar relatif lebih terjaga keutuhan kandungan nutrisinya. "Pemanasan yang terlalu tinggi atau pemrosesan yang terlalu panjang bisa membuat kadar nutrisi kiwi berkurang," ujar Linley.

Linley mengingatkan, sebagaimana jenis pangan lain, buah kiwi juga bisa memicu reaksi alergi pada orang-orang yang sensitif terhadap zat-zat dalam kiwi. Diakuinya, ada beberapa laporan kasus alergi akibat kiwi. Namun ia menilai hal itu wajar saja, karena reaksi alergi juga dapat muncul pada konsumsi buah jenis lainnya.

Hal yang sama juga berlaku untuk orang-orang yang sangat sensitif terhadap makanan bersifat asam. Mengingat, kiwi termasuk buah yang cenderung bersifat asam. "Reaksi alergi sangat bergantung pada kondisi individual seseorang," terang Linley. Pada kesempatan terpisah, koordinator pelayanan masyarakat Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Inge Permadhi SpGK mengingatkan pentingnya konsumsi beragam buah sebagai bagian dari konsep gizi seimbang.


"Kiwi bisa menjadi alternatif pilihan karena mengandung beragam zat gizi yang dibutuhkan tubuh," ujar Inge dalam jumpa pers bertema Sehat dengan buah kiwi, di Jakarta, kemarin.
  
            Penulis : Eni Kartinah
·   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar